Oleh:
Mutia
Agustria
Shelia
Desri Wulandari
Merokok dapat Menyebabkan Kanker,
Serangan Jantung, Impotensi dan Gangguan Kehamilan dan Janin
VS
Industri Rokok Di Kudus Menyumbang Rp15,1 Triliun
dari Total Pendapatan Cukai Rp60 Triliun
Indonesia
merupakan mangsa pasar yang besar bagi industri rokok baik lokal maupun
internasional. Kesempatan pasar rokok ini makin terbuka lebar dengan Indonesia
yang tidak ikut meratifikasi FCTC (Framework
Convention on Tobacco Control ). Disebutkan dalam harian Kompas, Indonesia
menjadi pergunjingan pada acara ASEAN Regional Workshop on Implementing
WHO-FCTC Article 13 Guidelines, di Siem Reap, Kamboja pada 15 Juni
2011. Di antara negara-negara anggota ASEAN, hanya Indonesia yang tidak
menandatangani protokol konvensi pengendalian rokok atau FCTC ini. Negara ASEAN
lain telah menandatangani sejak 2004. Dengan tidak meratifikasi konvensi ini,
Indonesia menjadi sasaran negara paling mudah dan terbuka dalam iklan, promosi,
dan penjualan rokok secara luas.
Di
Indonesia tidak hanya dari segi kuantitas rokok tetapi juga iklan dan penjualan
rokok terjadi secara bebas di Indonesia. Tanda peringatan kesehatan yang ada
pada kemasan rokok dan iklan reklame jalan tertulis kecil di bagian bawah,
sementara tagline promosi sangat mendominasi sehingga menimbulkan
kesan bahwa ada rokok yang berkualitas dan tidak berbahaya meskipun di bawahnya
sudah terdapat peringatan kesehatan. Sementara di negara lain iklan rokok tidak
menggembar-gemborkan tagline
promosinya, malah memasang gambar menyeramkan mengenai dampak buruk terhadap
kesehatan akibat merokok, seperti gambar paru-paru yang terkena kanker dengan
dominasi hampir lima puluh persen. Selain itu, banyak negara seperti Singapura
dan Thailand sangat membatasi iklan dan penjualan rokok di negaranya.
Dilansir
dari website Sekretariat Kabinet
Republik Indonesia, oleh Pusat Komunikasi Publik Kemenkes menunjukan sebuah survei
nasional tahun 2011 mengenai representasi merokok yang diberi nama Global Adult Tobacco Survey (GATS).
Hasil GATS menunjukkan, bila dibandingkan dengan negara-negara lain, Indonesia
menduduki posisi pertama dengan prevalensi perokok aktif tertinggi, yaitu 67.0
% pada laki-laki dan 2.7 % pada wanita. Angka ini jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan India (2009): laki-laki 47.9% dan wanita 20.3 %);
Filipina (2009): laki-laki 47.7 % dan wanita 9.0%; Thailand (2009): laki-laki
45.6% dan wanita 3.1%; Vietnam (2010): 47.4% laki-laki dan 1.4% wanita;
Polandia (2009): 33.5% laki-laki dan 21.0% wanita.
Banyaknya
perokok aktif di Indonesia juga mempengaruhi jumlah perokok pasif di Indonesia.
Berdasarkan survey GATS ditemukan pula bahwa terhadap bahaya asap rokok
sekunder, ditemukan bahwa 51.3% atau 14.6 juta orang dewasa secara tidak
langsung terkena asap rokok di tempat kerjanya dan pada 78.4% atau 133.3 juta
orang dewasa di rumahnya. Pengaruh asap rokok juga dialami 85.4% atau 44.0 juta
orang dewasa yang berkunjung ke restoran. Melihat keadaan ini perokok pasif
atau yang terkena dampak secondhand smoke
effect harusnya juga mendapat perhatian lebih.
Menanggapi
hal tersebut sudah selayaknya hukum ditegaskan dalam mengatur penjualan dan
pengamanan produk tembakau di Indonesia. Menteri Kesehatan menyatakan bahwa
salah satu upaya melindungi masyarakat dari bahaya asap rokok itu adalah
melalui jalur regulasi dengan penerbitan peraturan peraturan pemerintah tentang
pengendalian dampak produk tembakau. Sudah banyak peraturan yang dikeluarkan
pemerintah mengenai penjualan, pengawasan dan pengamanan tembakau di Indonesia.
Beberapa garis hukum mengenai tembakau dan kesehatan di Indonesia diatur dalam
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1947 tentang cukai tembakau, Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Kesehatan Nomor 36
Tahun 1999, Undang-Undang Perlindungan Anak
Nomor 23 Tahun 2002, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang cukai, Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, dan Peratuaran
Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang pengamanan tembakau.
Baru-baru
ini Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, mengesahkan RPP
tentang pengamanan rokok yang tertuang dalam PP Nomor 109 tahun 2012. Setelah
beberapa kali didesak oleh menteri kesehatan dan aktivis anti rokok tentang RPP
ini, akhirnya pada tanggal 24 Desember 2012, Presieden Republik Indonesia
secara resmi menandatangani PP tentang pengamanan tembakau ini. Secara gamblang
peraturan mengenai pengamanan tembakau secara khusus baru tertuang pada PP No.
109 Tahun 2012 ini.
Dengan
dikeluarkan Peraturan Pemerintah ini diharapkan pengamanan terhadap tembakau
lebih jelas batas-batasnya dalam pasar industri rokok di Indonesia, dengan
tujuan dapat mengurangi dampak buruk kesehatan. Namun dari segi sosial dan
ekonomi, hal ini nyantanya akan membawa masalah baru terhadap petani tembakau dan
buruh pabrik yang belum sepenuhnya mengerti terhadap peraturan pemerintah ini
dan dapat memicu permainan politik di ranah industri rokok Indonesia. Seperti
yang sudah diketahui bahwa industri rokok adalah salah satu industri termaju di
Indonesia dengan memberi pajak yang cukup besar bagi negara dan menyediakan
lapangan kerja yang luas dari petani hingga eksekutifnya. PP Nomor 109 tahun
2012 memicu banyak pro kontra dari beragam sisi.
B.
PP
Nomor 109 tahun 2012
PP
Nomor 109 tahun 2012 secara khusus telah membahas tentang pengamanan bahan yang
mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan. Dasar hukum yang
digunakan dalam peraturan pemerintah ini adalah Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang- Undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063 ).
Di
dalam Peraturan Pemerintah ini disebutkan tidak ada larangan mengenai penjualan
rokok di Indonesia. Namun disebutkan beberapa bentuk pengamanan penjualan
termasuk pembatasan iklan produk tembakau di Indonesia agar tidak terlalu luas
seperti yang terjadi di Indonesia saat ini dan sebelum-sebelumnya. Hal ini
bertujuan agar hukum mengenai penjualan produk tembakau di Indonesia tegas,
jelas, dan memiliki batas.
Beberapa
pasal dalam PP Nomor 109 tahun 2012 mengenai tujuan pengamanan tembakau adalah:
1. Pasal
2 ayat (1) PP Nomor 109 tahun 2012
Penyelenggaraan
pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau
bagi kesehatan diarahkan agar tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan
perseorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungan.
2. Pasal
2 ayat (2)
Penyelenggaraan
pengamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk:
a. Melindungi
kesehatan perseorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungan dari bahaya bahan
yang mengandung karsinogen dan Zat Adiktif dalam Produk Tembakau yang dapat
menyebabkan penyakit, kematian, dan menurunkan kualitas hidup;
b. Melindungi
penduduk usia produktif, anak, remaja, dan perempuan hamil dari dorongan
lingkungan dan pengaruh iklan dan promosi untuk inisiasi penggunaan dan
ketergantungan terhadap bahan yang mengandung Zat Adiktif berupa Produk
Tembakau;
c. Meningkatkan
kesadaran dan kewaspadaan masyarakat terhadap bahaya merokok dan manfaat hidup
tanpa merokok; dan
d. Melindungi
kesehatan masyarakat dari asap Rokok orang lain.
Dalam Peraturan Pemerintah ini diperjelas perihal mengenai
gambar pembungkus mengandung nilai edukasi dengan tujuan pengamanan. Dijelaskan
pula bahwa pemerintah akan mendukung segala bentuk pengujian dan penelitian
mengenai rokok. Pemerintah serta Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya
bertanggung jawab mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi pengamanan
bahan yang mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi kesehatan. Bentuk
pengamanan yang dilakukan pemerintah dilakukan dari akses iklan dan edukasi
iklan, mendorong pengembangan kajian dan penelitian serta diversifikasi produk
tembakau. Bentuk-bentuk penyelenggaraan yang disebutkan dalam PP ini dalam hal
produksi dan impor, peredaran, perlindungan khusus bagi anak dan perempuan
hamil, dan Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
Dalam hal produksi industri diwajibkan memliki izin
untuk produksi dan impor, melakukan kajian dan penelitian mengenai kadar nikotin
dan tar serta bahan yang mengandung toksisitas lainnya dan tidak menggunakan
zat aditif. Selain itu dijelaskan pula secara detail mengenai batas batang
rokong per bungkusnya, dan ketentuan dalam mengiklankan produk. Secara jelas
disebutkan bahwa setiap satu varian produk tembakau wajib dicantumkan gambar
dan tulisan peringatan kesehatan yang terdiri atas lima jenis yang berbeda, dengan
porsi masing-masing dua puluh persen dari jumlah setiap varian produk
tembakaunya. Ketentuan pencamtuman gambar juga secara jelas disebutkan dalama
PP ini. Selain itu pada label kemasan wajib dicantumkan komposisi rokok
termasuk zat-zat potensi toksik. Kata-kata tagline
yang bertujuan promotif juga dilarang digunakan. Ketentuan konsumsi rokok
juga harus dicantumkan yaitu 18 tahun ke atas dan bukan wanita hamil.
Diharapkan peraturan mengenai produksi ini dapat menyukseskan tujuan pengamanan
produk tembakau di Indonesia.
Pemerintah mempunyai tanggung jawab mengenai
pengendalian produk tembakau seperti yang telah dijelaskan pada Peraturan
Pemerintah ini. Bentuk pengendaliannya adalah pada dasarnya membatasi jumlah
iklan rokok terutama pada media-media umum seperti majalah dan koran serta
melarang berbagai kegiatan promotif terhadap rokok seperti penggunaan tagline mild, light, low tar, premium, full
flavor, slim, special dan kata-kata atau gambar-gambar promotif lainnya.
Selain itu bentuk iklan tidak boleh diletakkan pada halaman muka media masa dan
pada penyiaran hanya dapat ditayangkan setelah pukul 21.30 sampai dengan pukul
05.00 waktu setempat. Sementara iklan produk tembakau di media teknologi
informasi harus memenuhi ketentuan situs merek dagang produk tembakau yang
menerapkan verifikasi umur untuk membatasi akses hanya kepada orang berusia 18
tahun ke atas.
Kajian PP Nomor 109 memliki kelebihan
sendiri dan memiliki beberapa kelemahan dengan adanya dasar-dasar hukum yang
belum jelas. Beberapa dasar hukum yang belum jelas adalah mengenai batas
nikotin dan tar yang diperbolehkan tiap batang rokok. Seperti yang dijelaskan
dalam Pasal 10 PP Nomor 109 Tahun 2012 hanya dijelaskan agar industri tembakau
mengadakan uji kadar nikotin dan tar pada rokok tanpa menyebutkan batas nikotin
dan tar. Hal ini dapat menimbulkan persepsi bahwa kadar nikotin dan tar bisa
dimasukkan setinggi-tingginya dengan sebelumnya diuji dan diukur. Pada pasal 11
ayat (2) diperjelas dengan hasil penelitian dilaporkan pada Kepala Badan dengan
masih belum menyebutkan batas nikotin dan tar yang aman.
3. Pasal
10 ayat (1)
Setiap
orang yang memproduksi Produk Tembakau berupa Rokok harus melakukan pengujian
kandungan kadar Nikotin dan Tar per batang untuk setiap varian yang diproduksi.
4. Pasal
11 ayat (2)
Hasil
pengujian kandungan kadar Nikotin dan Tar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaporkan kepada Kepala Badan
Kekurangan lain yang belum menunjukkan batas jelas
yaitu pada pasal 21 yang secara jelas menyebutkan bahwa kemasan rokok harus
mencantumkan kode produksi, tanggal, bulan, dan tahun produksi, serta nama dan
alamat produsen, namun belum jelas mengenai kewajiban mencantumkan tanggal
kadaluarsa. Padahal zat-zat kimiawi yang terdapat pada rokok jika telah rusak
atau melewati tanggal kaduluarsa dapat berpotensi lebih toksik.
Dilihat dari berbagai sisi, peraturan pemerintah ini
memang secara gamblang menjelaskan bentuk pengamanan segala bentuk tembakau
dengan berbagai bentuk penyelenggaraannya dengan tujuan kesehatan. Secara tidak
langsung bentuk pengamanan yang dilakukan pemerintah ini juga akan menurunkan
penjualan produk tembakau dan merugikan pihak industri rokok. Hal ini menuai
kritik terutama pada segi ekonomi dan sosial karena lapangan pekerjaan industri
rokok cukup berpengaruh bagi perekonomian beragam lapisan masyarakat. Protes
juga banyak bermunculan dari petani-petani tembakau di Indonesia.
C.
Pro
RPP Tembakau dan PP Nomor 109 Tahun 2012
Sebagian masyarakat berpihak pada pemerintah, mereka
adalah golongan yang pro akan adanya RPP rokok ini. Masyarakat yang pro ini
mengatasnamakan terciptanya kesehatan dan terhindar dari banyaknya bahaya
rokok. Bagi golongan ini, merokok sama dengan merusak kesehatan dan itu merupakan harga mati yang
tidak bisa diubah dan ditawar-tawar lagi. Dalam agama pun sudah diajarkan bahwa
sesuatu yang sifatnya merusak tubuh itu adalah haram.
Dampak buruk dari rokok bukan hanya bagi perokok yang
aktif, yang menghisap batang rokok tersebut. Tapi juga berdampak pada perokok
pasif yang menghisap asap yang dihasilkan oleh pembakaran rokok tersebut.
Bahkan lebih cenderung berdampak negatif dan buruk ke perokok pasif tersebut
daripada perokok aktif. Hal ini bukan hanya merugikan diri sendiri tapi juga
sudah merugikan orang lain yang tidak bersentuhan dangan rokok secara langsung.
Pihak-pihak yang pro dengan tindakan pemerintah ini juga
menganggap bahwa rokok banyak merugikan masyarakat terutama masyarakat menengah
ke bawah. Sebagian
besar perokok adalah masyarakat miskin yang digolongkan tidak mampu. Mereka secara tidak langsung telah membuang-buang uang
yang seharusnya bisa dipergunakan untuk kepentingan lain yang lebih bermanfaat.
Selain itu, produksi rokok ini telah merusak lingkungan
sekitar. Diperlukan
1 batang pohon kertas yang besar untuk menghasilkan 300 batang rokok. Kertas
ini untuk membungkus tembakau, bahan utama dari rokok. Kenyataan ini sama saja
membuktikan, bila setiap hari produksi rokok berjalan berarti selalu ada
penebangan pohon kertas setiap harinya. Secara tidak langsung, perbuatan ini
merusak lingkungan sekitar. Banyaknya kerugian yang ditimbulkan dari rokok
membuat pihak-pihak ini terus mendukung pemerintah untuk menerbitkan PP
Nomor 109 tahun 2012.
D.
Fakta
Medis
Fakta menunjukkan
bahwa asap pembakaran batang rokok telah mengakibatkan sekitar 85% kanker
paru-paru dan juga berhubungan dengan kanker mulut, faring,
laring, aesofagus, lambung, pankreas, mulut, saluran kencing, ginjal, ureter,
kandung kemih dan usus.
Menurut Badan POM RI, beberapa penyakit yang ditimbukan akibat
dari merokok adalah seperti : penyakit jantung dan stroke yang sering dapat menyebabkan sudden
death (kematian mendadak), kanker paru (menyebabkan kematian karena pendeteksian
secara dini penyakit ini sulit tapi penyebaran dapat terjadi dengan cepat
sampai ke hepar, tulang dan otak, kanker mulut), osteoporosis (kandungan karbonmonoksida yang dimiliki asap rokok dapat mengurangi
daya angkut oksigen darah perokok sebesar 15% dan ini mengakibatkan kerapuhan tulang sehingga lebih mudah patah dan membutuhkan
waktu 80% lebih lama untuk penyembuhan dan perokok sering mengalami sakit tulang belakang), katarak (resiko terkena katarak sekitar 50% lebih
bahkan bisa menyebabkan kebutaan), psoriasis (proses inflamasi kulit tidak menular yang
terasa gatal dan meninggalkan guratan merah pada seluruh tubuh), kerontokan rambut (sistem kekebalan tubuh menurun sehingga lebih mudah
terserang penyakit seperti lupus erimatosus yang menyebabkan kerontokan rambut,
ulserasi pada mulut, kemerahan pada wajah, kulit kepala dan tangan), permasalahan pada ibu hamil
(pertumbuhan janin yang lambat yang meningkatkan risiko Berat Badan
Lahir Rendah (BBLR), kurangnya kadar oksigen menimbulkan risiko
keguguran pada wanita perokok 2-3 kali), impotensi (penurunan
seksual karena aliran darah ke penis berkurang sehingga tidak terjadi ereksi).
Kandungan yang
terdapat didalam rokok sekitar kurang lebih 4000 lebih
elemen-elemen dan setidaknya 200 diantaranya menimbulkan bahaya bagi kesehatan.
Racun utama yang terdapat di rokok
terdiri dari tar, nikotin, dan
karbon monoksida. Tar
sebagai zat karsinogenik, nikotin sebagai zat addiksi dan karbon monoksida yang
sangat toksik bagi tubuh. Selain
itu, bahan-bahan lainnya yang terkandung di rokok juga tidak kalah berbahaya
bagi tubuh seperti yang terkandung pada asap hasil
pembuangannya. Di antara kandungan asap rokok termasuklah bahan radioaktif (polonium-201) dan
bahan-bahan yang digunakan di dalam cat (acetone), pencuci lantai (ammonia),
ubat gegat (naphthalene), racun serangga (DDT), racun anai-anai (arsenic), gas
beracun (hydrogen cyanide) yang digunakan di "kamar gas maut" bagi
pesalah yang menjalani hukuman mati dan masih banyak zat berbahaya lainnya yang
terkandung dari rokok dan asapnya.
E.
Kontra
RPP Tembakau dan PP Nomor 109 Tahun 2012
Sebagian masyarakat yang termasuk dalam golongan yang
kontra akan adanya RPP tembakau ini menganggap kebijakan hukum yang dilakukan pemerintah
itu tidak tepat. Golongan yang kontra ini menyatakan bahwa RPP ini akan
menimbulkan kerugian yang besar bagi para petani dan industri tembakau. Pihak ini
menganggap pemerintah tidak berpihak kepada para petani tembakau dan rakyat
kecil lainnya yang secara langsung ataupun tidak langsung berhubungan dengan
tembakau. Tindakan ini sama halnya dengan mematikan perekonomian petani
tembakau yang mata pencahariannya hanya dihasilkan dari tembakau tersebut.
Selain itu ini juga akan mematikan industri tembakau dan
tentu saja akan berdampak kepada para pekerjanya. Kematian produksi industri
tembakau akan menghilangkan lapangan pekerjaan bagi banyak pekerjanya selama
ini penghasilannya hanya digantungkan pada indusri rokok tersebut. Mereka ingin
pemerintah berlaku adil dan tidak diskriminasi pada semua kelompok masyarakat. Pihak
ini juga meminta agar pemerintah tidak selalu menyudutkan petani dan industri
tembakau.
F.
Fakta
Ekonomi dan Sosial
Perdebatan
mengenai ratifikasi PP Nomor 109 Tahun 2012 terutama bergejolak dari masyarakat
yang berkecimpung di dunia Industri rokok seperti pengusaha rokok dan petani
tembakau serta masyarakat beberapa pengamat ekonomi dan sosial. Beberapa
diantaranya melakukan aksi unjuk rasa menolak PP Nomor 109 tahun 2012 ini.
Seperti yang diketahui bahwa industri rokok merupakan salah satu industri yang
berkontribusi cukup besar pada ekonomi negara dan salah satu sektor lapangan
pekerjaan terbesar di Indonesia.
Pada
dasarnya tidak ada larangan secara
khusus mengenai penjualan produk tembakau di Indonesia pada PP No 109 tahun
2012 ini. Hanya saja peraturan mengenai pengamanan produk tembakau ini tentu
akan berdampak baik secara langsung dan tidak langsung terhadap sektor ekonomi
eksekutif, pegawai, buruh dan petani yang turut berkecimpung pada industri ini.
Inilah yang memicu praha yang cukup pelik sebelum Presiden Republik Indonesia
mengesahkan PP No 109 tahun 2012 ini. Tentu dengan adanya PP ini tidak menutup
kemungkinan akan terjadi PHK besar-besaran terhadap karyawan dan buruh pabrik
rokok.
Dilansir
dalam harian online jaringnews, menurut
salah satu pakar tembakau yang diundang oleh FKP DPR RI, Syamsul Hadi,
berbicara mengenai kontribusi penciptaan lapangan kerja dari sektor industri
yang terkait dengannya mencapai 24.4 juta. Terdapat 1.25 juta orang bekerja di
ladang-ladang tembakau, 1.5 juta bekerja di ladang cengkeh dan 10 juta orang
terlibat langusng dalam industri rokok.
Seperti yang
diketahui, cukai rokok merupakan pendapatan negara terbesar keempat setelah
pajak pertambahan nilai, pajak penghasilan badan, serta pajak penghasilan
minyak dan gas. Penerimaan negara yang berasal dari cukai rokok per tahun 2011
mencapai Rp62.76 triliun. Target penerimaan negara dari cukai tembakau tercatat
sebesar Rp59,3 triliun pada APBN-P 2010 menjadi Rp62,7 triliun pada APBN-P
2011. Sementara kontribusinya terhadap perekonomian daerah juga tidak bisa
dianggap remeh. Sebagai contoh, dana bagi hasil cukai tembakau di Kabupaten
Temanggung mencapai Rp10.05 miliar pada 2009 atau lebih dari seperempat
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Temanggung. Jumlah itu bertambah menjadi Rp13.67
miliar pada 2010 atau 24.81% PAD.
Beberapa daerah
sangat menggantungkan hidup masyarakatnya pada industri rokok. Kediri, Malang,
Kudus dan berbagai kota lainnya, ekonominya sangat ditentukan oleh rokok.
Kudus, misalnya, menyumbang Rp15,1 triliun dari total pendapatan cukai Rp60
triliun. Kabupaten Minahasa merupakan penghasil cengkeh terbesar di Indonesia
yang utamanya merupakan bahan baku rokok kretek. Kesejahteraan penduduknya
sangat tergantung pada cengkeh. Ketika terjadi monopoli BPPC di awal 1990,
kemiskinan masal melanda daerah tersebut karena harga cengkeh yang rendah.
Dapat dipastikan
bahwa industri rokok di Indonesia mempunyai pengaruh yang sangat penting bagi
kehidupan perekonomian masyarakat. Sebuah langkah berat bagi pemerintah untuk
dapat mengambil jalan tengah dari dilema masalah ekonomi, sosial dan kesehatan
yang merupakan pilar penyangga kehidupan di negara ini. Walaupun demikian
langkah yang pasti dari pemerintah seperti sebelum-sebelumnya terhadap masalah
yang sangat pelik di Indonesia ini ialah : menciptakan lapangan pekerjaan
sebanyak mungkin. Dengan begini karyawan dan buruh serta petani dapat
dialokasikan ke tempat baru. Ini sebuah langkah sulit dan masih belum nyata
realisasi yang baiknya pada bangsa dan negara ini.
Mahalnya harga
rokok telah menunjukkan fakta ekonomi lain mengenai rokok. Berdasarkan hasil
Penelitian dari Peneliti Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi UI, Abdillah Ahsan,
didapatkan bahwa konsumsi rokok paling banyak justru terdapat di keluarga
miskin. Hal ini berdasarkan perhitungan pada tahun 2009 yang menyebutkan bahwa
68 persen keluarga miskin memiliki pengeluaran untuk rokok paling banyak.
Sungguh ironis, yang terjebak dalam mahalnya rokok ini justru kebanyakkan orang
miskin.
G.
Langkah
Kecil yang Besar
Setelah
diluncurkan PP Nomor 109 tahun 2012, dalam menghadapi masalah rokok yang ada di
Indonesia, diperlukan langkah konkret dari seluruh lapisan masyarakat. Hal yang
paling kecil dapat dimulai dari menumbuhkan kesadaran dari tiap masing-masing
masyarakat. Misalnya tidak hanya kesadaran yang harus dimunculkan dari perokok
aktif untuk menghentikan kebiasaan, perokok pasif menghindarkan dan
mengingatkan orang terdekat, aktivis yang terus giat menggencarkan kampanye
anti rokok dan peran pemerintah.
Tentunya
menimbulkan kesadaran di tiap individu bahkan kelompok adalah hal yang sulit
dilakukan. Dibutuhkan cara-cara agar kesadaran ini muncul dengan aksi nyata
menghentikan kebiasaan rokok. Sebuah survey menyatakan bahwa 7 dari 10 perokok
berat ingin berhenti. Keinginan berhenti itu tertutupi dengan candu yang sudah
melekat pada individu perokok walaupun mereka sadar akan dampak berbahaya yang
akan timbul. Maka dari itu diperlukan pengaruh luas untuk menimbulkan kesadaran
perokok. Peran nyata pemerintahlah yang seharusnya dapat menjadi pengaruh luas
karena merupakan tiang dan lembaga yang dapat mengeluarkan peraturan secara
riil untuk Indonesia.
Pemerintah
dalam menghadapi kasus ini harus tegas mengeluarkan hukum mengenai pengamanan
tembakau dengan rancangan bentuk realisasi nyatanya. Iklan rokok dan penjualan
rokok di Indonesia harusnya lebih dibatasi lagi. Meniru contoh negara maju
lainnya seperti Singapura, Australia, dan Thailand dalam membatasi iklan dan
penjualan rokok dan bahkan memuat gambar-gambar mengerikan mengenai dampak
kesehatan serius pada pemakainya. Akses dalam mendapatkan rokok juga harus
dibatasi terutama dari jangkauan orang muda. Pemerintah juga sebaiknya
menaikkan harga pajak bea cukai rokok yang akan berimbas pada mahalnya harga
penjualan rokok di Indonesia. Sehingga pada kasus mudahnya jangkauan dalam
mendapatkan rokok dapat ditekan.
Pemerintah
seharusnya mampu menyediakan lapangan pekerjaan baru dan secara bertahap
memindahkan pekerja rokok ke lapangan pekerjaan baru. Pemerintah juga
menyediakan lapangan pekerjaan baru bagi petani tembakau atau mengganti objek
perkebebunannya dan membantu mengembangkannya.
Walaupun
industri rokok secara tidak langsung distop di Indonesia, namun perlu dilakukan
kajian ulang terhadap kandungan rokok untuk mengurangi dampak berbahaya rokok,
walaupun sepenuhnya dampak buruknya tidak dapat dihilangkan sepenuhnya. Kadar
nikotin dan tar sepatutnya diuji lagi berapa kadar standar aman. Pemerintah
sebaiknya memberikan bantuan dalam penelitian dan uji coba ini. Selain itu
tidak menambahkan zat aditif penambah rasa pada rokok. Zat aditif seperti cengkeh pada rokok
kretek dapat menambah efek candu pada perokok sehingga tidak ditambahkan dalam
rokok.
PP
nomor 109 tahun 2012 telah menjadi landasan khusus utama bagi pengamanan
tembakau. Sudah sebaiknya PP ini disosialisasikan dan diterapkan secara
langsung pada industri rokok dan masyarakat pada umumnya. Semua dimulai dari
pribadi individu masing-masing untuk tidak memulai dan mencoba rokok. Khususnya
pada orang-orang muda untuk tidak menganggap rokok sebagai trend dan menjauhi rokok.
H.
Penutup
Dari
sebelum dan setelah pengesahan RPP tembakau menjadi PP No 109 tahun 2012, pengaturan
tembakau yang menghasilkan rokok ini memang telah menjadi perkara yang
dilematis jika dipandang dari berbagai aspek kesejahteraan masyarakat. Sebab,
banyak aspek mulai menyangkut hak kesehatan masyarakat, hak penghidupan/hak
mencari pekerjaan, hingga pendapatan/penerimaan negara lewat cukai rokok dari
tahun ke tahun mengalami peningkatan dengan jumlah yang cukup fantastis.
Namun,
dari segi kesehatan tidak dapat dipandang remeh. Dampak yang dapat ditimbulkan
terutama dalam jangka panjang sangat membahayakan. Sudah banyak
penelitian-penelitian yang sudah berhasil membuktikan bahaya rokok. Terdapat di dalam rokok sekitar kurang lebih 4000 lebih
elemen-elemen dan setidaknya 200 di antaranya menimbulkan bahaya bagi kesehatan.
Racun utama yang terdapat di rokok
ialah tar, nikotin, dan karbon monoksida.
Racun tersebut secara langsung dan tidak langsung akan berdampak pada kesehatan
pemakai. Tidak hanya bagi pemakainya atau perokok aktif, asap yang dihasilkan
juga akan sangat berbahaya bagi orang-orang yang ada disekitarnya, sehingga
menjadikan mereka perokok pasif.
Walau
bagaimana pun Peraturan Pemerintah ini sudah disahkan dengan beragam
pertimbangan. Sudah sebaiknya dijalankan dan diterapkan. Sebaiknya pemerintah
mulai mengatur bagaimana kondisi perekonomian rakyat Indonesia tidak terlalu
tergantung akan penjualan produk tembakau. Pemerintah sudah berkewajiban
menciptakan lapangan pekerjaan baru, secara berangsur-angsur sebaiknya karyawan
dan buruh pabrik industri rokok dipindahkan.
Daftar Pustaka
Republik
Indonesia. 2012. Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan
Tembakau. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 278. Sekretariat
Negara. Jakarta.
Gondodiputro,
Sharon. 2007. Bahaya Tembakau dan
Bentuk-Bentuk Sediaan Tembakau. (Resources.unpad.ac.id/unpad-content/uploads/publikasi.../Rokok.PDF,
diakses tanggal 23 Januari 2013)
Dinas Tenaga
Kerja, Trasmigrasi, dan Kependudukkan Provinsi Jawa Timur. 2013. 15 Ribu Buruh
Pabrik Rokok Terancam PHK (http://disnakertransduk.jatimprov.go.id/majalah-sdm-plus/66-edisi-135-maret-2012-/652-15-ribu-buruh-pabrik-rokok-terancam-phk,
diakses tanggal 24 Januari 2013.)
Kartika,
Unoviana. 2013. Pemerintah Harus Menaikkan Harga Rokok.
(http://health.kompas.com/read/2013/01/16/10425134/Pemerintah.Harus.Menaikkan.Harga.Rokok,
diakses tanggal 23 Januari 2013)
Mulyono, Slamet.
2013. PHK Tembakau Disahkan, Ribuan Buruh Pabrik Rokok Terancam PHK.
(http://www.aktual.co/nusantara/141814-rpp-tembakau-disahkan-ribuan-buruh-pabrik-rokok-terancam-phk,
diakses tanggal 23 Januari 2013)
Natalia, Maria.
2011. Keluarga Miskin Terperangkap Rokok
(http://health.kompas.com/read/2011/07/27/15172129/Keluarga.Miskin.Terperangkap.Rokok,
diakses tanggal 23 Januari 2013)
Prasetya, Lukas
Adi. 2009. Naikkan Cukai Setinggi Mungkin!.
(http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2009/10/28/19470381/Naikkan.Cukai.Setinggi.Mungkin,
diakses tanggal 23 Januari 2013)
Siadari, Eben Ezer. 2012. Fakta Seputar Kontribusi Rokok dalam
Perekonomian RI. (http://jaringnews.com/ekonomi/umum/18313/fakta-seputar-kontribusi-rokok-dalam-perekonomian-ri,
diakses tanggal 24 Januari 2013)
Susanto, Ichwan.
2011. Tidak Ratifikasi FCTC, Indonesia Digunjingkan. (http://health.kompas.com/read/2011/06/16/0626004/Tidak.Ratifikasi.FCTC.Indonesia.Digunjingkan,
diakses tanggal 23 Januari 2013)
University
of Miami. 2006. The Health Consequences
of Secondhand Smoke (Involuntary Exposure to Tobacco Smoke). (http://www6.miami.edu/communications/smokefree/second-hand-smoke-effects.pdf,
diakses tanggal 23 Januari 2013)
Anonym. 2012. Pertarungan Konstitusionalitas Tembakau di
Balik UU Kesehatan (http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4f349ad3f219a/pertarungan-konstitusionalitas-tembakau-di-balik-uu-kesehatan,
diakses tanggal 24 Januari 2013)
Follow Us
Were this world an endless plain, and by sailing eastward we could for ever reach new distances